JAKARTA — Di jantung Eropa, Slovakia menyimpan ironi yang jarang disorot. Di negara berpenduduk 5,4 juta jiwa itu, ribuan muslim hidup tanpa satu pun masjid resmi. Slovakia pun menjadi satu-satunya negara di Eropa yang secara historis tak memiliki masjid, meskipun komunitas muslim terus bertambah.
Sensus 2021 mencatat 3.862 penduduk mengidentifikasi diri sebagai muslim, naik dua kali lipat dari satu dekade sebelumnya. Perwakilan komunitas muslim memperkirakan jumlah sebenarnya bisa mencapai 6.000 jiwa. Namun jumlah itu belum cukup untuk mengubah status mereka di mata negara.
Agama Tak Diakui, Masjid Tak Bisa Berdiri
Konstitusi Slovakia memang menjamin kebebasan beragama. Tetapi negara tersebut menerapkan aturan ketat: sebuah agama baru hanya dapat diakui jika memiliki minimal 50.000 penganut dewasa. Ambang batas itu membuat Islam mustahil mendapat pengakuan resmi.
Tanpa pengakuan, umat Islam tidak dapat membangun masjid secara legal—dan hanya diperbolehkan mendaftar sebagai perkumpulan sipil. Status itu membuat mereka tak boleh menggunakan label “agama” dalam kegiatan resmi.
“Kelompok yang tidak memiliki 50.000 penganut dewasa tidak dapat mengidentifikasi diri sebagai kelompok agama,” demikian laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengenai kebebasan beragama di Slovakia.
Menumpang di Musala Islamic Center Cordoba
Ketiadaan masjid tak sepenuhnya menutup ruang ibadah. Pada 2024, Islamic Center Cordoba di Bratislava—yang dikelola Yayasan Islam di Slovakia—mulai membuka musala setiap hari. Di tempat sederhana itu umat Islam menunaikan salat Jumat dan tarawih saat Ramadan.
“Meskipun Slovakia tidak memiliki masjid atau pusat Islam sendiri, kami berusaha memenuhi kebutuhan muslim Slovakia sebaik mungkin,” tulis pernyataan pusat tersebut.
Musala itu kecil, namun mencukupi: ada mihrab, mimbar khutbah, rak buku, dan ruang yang cukup untuk jamaah yang datang dari berbagai kota.
Komunitas yang Tumbuh di Ruang Terbatas
Jumlah muslim Slovakia terus meningkat—banyak di antaranya mahasiswa, pekerja migran, dan warga keturunan Arab maupun Turki yang telah menetap bertahun-tahun. Namun mereka beraktivitas dalam ruang sosial yang terbatas, di negara dengan mayoritas Katolik Roma yang kini mencapai 55,8 persen.
Sejauh ini, belum terlihat tanda bahwa pemerintah akan menurunkan syarat 50.000 penganut untuk pengakuan agama. Aturan ini lama dikritik sebagai hambatan struktural bagi kelompok minoritas.
Bagi komunitas muslim, keberadaan Islamic Center Cordoba menjadi titik temu penting—tempat mereka berkumpul, belajar, dan menjalankan ibadah, meski tanpa status resmi sebuah masjid.(***)









